dorami

banner image

Waktu dan Kesederhanaan Berfikir



Kadang pada suatu waktu, sempat terfikir olehku tentang apakah Tuhan menciptkan rasa benci, iri, dengki, merasa kagum pada diri sendiri, kepongahan dan hal buruk lainnya? Kalaupun benar, untuk apa? Dan bagaimana sesorang melekatkan diri pada sifat-sifat tersebut?

Bagaimanapun prosesnya, lingkungan amatlah berpengaruh terhadap terbentuknya karakter pada diri seseorang. Orang tua selaku orang pertama yang dikenal oleh seorang individu sedikit banyak mempengaruhi pemebentukan karakter dasar seseorang. Apakah dalam kehidupan rumah memberikan kasih sayang yang cukup, mengajarkan sikap dan norma-norma baik atau pendek katanya apakah orang tua mencontohkan perilaku yang baik pada lingkungan tumbuh kembang bagi calon individu yang akan mendewasa tersebut baru kemudian individu dilepaskan sebagi pribadi yang telah tertanam karakter.

Dengan seiring berjalannya waktu, hidup yang terus berjalan, sisi baik dan buruknya kehidupan kita jalanani. Kadang terhempas pada lingkungan yang tidak baik tapi kadang terlempar juga pada kondisi yang sangat baik sehingga yang kita temui  punya implikasi yang sangat besar terhadap cara pandang, cara menyelesaikan masalah hingga menjadikan kita pribadi yang baru.

Pribadi baru tersebut bisa saja seorang yang bijaksana tapi bisa juga sorang pecundang dengan segala karakter buruk didalamnya. Manusia sebagai individu yang diciptakan Tuhan dengan kesempurnaan akal dan hawa nafsu bebas memilih melekatkan diri pada sebuah kehendak diri. Kecenderungan dan sudut pandang seseorang tak dapat kita paksakan karena semua itu adalah hak progratif dari seseorang individu.

Dapat kita temukan bahwa kebanyakan dari kita punya kecenderungan pada yang bersifat keduaniawian karena melekatkan diri hanya pada sahwatnya saja. Sehingga harta, tahta dan segala kemewahan dunia adalah tujuan hidupnya. Hal-hal yang bersifat duniawi yang tanpa dibarengi dengan keimananlah dapat melekatkan diri kita pada sifat iri, dengki, tak pernah merasa cukup, berbangga pada diri sendiri dan segala karakter yang tidak baik lainnya.

Namun waktu akan membawa seseorang  pemikir dan tak memperturutkan syahwatnya akan kembali  pada karakter dasar yang ditanamkan semasa kecil,  akan tiba waktu baginya untuk berfikir secara sederhana tentang kehidupan. Bagaimanapun hidup akan membawanya pada sesuatu yang gamblang secara nyata. Tentang siapa diri ini, tentang orang-orang yang hadir dalam hidup kita. Bagimanapun jalannya kebaikan akan berpisah dengan keburukan. Orang-orang yang tulus akan hidup berdampingan, orang-orang buruk perangai akan bersama dengan buruk perangai. Tapi untuk mencapai titik tersebut kita akan melewati serangkain perjalanan yang melelahkan dan mungkin sedikit tersesat dan butuh waktu lama untuk menemukan jalan pulang.

Orang-orang akan bermetamorfosis dengan apa yang diinginkan, ada yang memastikan bagimanapun sulitnya hidup, tetap peluk erat kebaikan. Walau harus menangis dalam sunyi, walau harus terluka dan tak ada yang perduli, ia memilih tetap harus kembali pada yang murni dan yang menerima kemurnian hati.

Palembang, 18 September 2019.


Izinkan aku berdo'a bagi kebaikan sesama. sungguh aku ingin berlepas dari angan-anagn duniawi. sederhana saja kupinta agar aku menjadi pribadi yang menerima manfaat dan bersyukur dengan memberikan manfaat.


Gambar : https://www.google.com/search?q=waktu&safe=strict&sxsrf=ACYBGNQa9ZBpBd2MZ4jeaSdG-IddKdHU-g:1568772401304&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiz9tnNpNnkAhUEfX0KHY_3DYoQ_AUIESgB&biw=1517&bih=730&dpr=0.9#imgrc=FkEh5zHFDrQJ1M:

#WAGKantinKrem
#FLPOKU
#OKUMenulis

Waktu dan Kesederhanaan Berfikir Waktu dan Kesederhanaan Berfikir Reviewed by Ica Dorami on September 17, 2019 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.